NAMA : Astri Kartikasari
NPM : 11514757
KELAS : 3PA11
KELOMPOK : Satu (1)
Pendekatan Gestalt (Permainan Dialog), Pendekatan Psikoanalisis (Emotion Reeducational), dan Pendekatan Kognitif (Self Instructional Therapy)
PSIKOTERAPI
Disusun Oleh:
Kelompok 1
3 PA 11
Aisyah Rahman Amrullah (10514645)
Alya Putri A. (10514919)
Anisa Faradisa (11514284)
Anisza Amalia (11514307)
Astri Kartikasari (11514757)
Chairul Ramadiansyah C. ()
Ellisa Ariningtyas (13514510)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
PENDEKATAN GESTALT
Permainan Dialog
Sejarah Pendekatan Gestalt
Frederick S (“Fritz”) Perls (1893-1970) pencetus utama dan pengembang teori Gestalt/ Lahir di Berlin dari keluarga Yahudi kelas menengah bawah. Dia merasa bahwa dirinya menjadi sumber masalah bagi orang tuanya, dia gagal dua kali pada tingkat tujuh dan terbuang dari sekolahnya. Dia berusaha menyelesaikan sekolahnya dan mendapat gelar MD. Dengan spesialisasi sebagai psikiater. Pada tahun 1916 ia bergabung dengan tentara jerman sebagai tenaga medis pada Perang Dunia I.
Setelah perang, Pearls bekerja bersama Kurt Goldstein pada institute Goldstein untuk kerusakan otak tentara di Frankfurt dari sinilah ia melihat pentingnya manusia dipandang sebagai satu keseluruhan buka dari sejumlah fungsi bagian-bagiannya. Kemudia ia pindah ke Wina dan memulai latihan psikoanalisisnya. Perl di analisis oleh Wilhelm Reich, ahli psikoanalisis yang menokohi metode-metode pemahanan dan perubahan kepribadian melalui terapi tubuh. Dia juga di awasi oleh sejumlah tokoh pergerakan psikoanalisis termasuk Karen Horney.
Setelah itu, Perls pindah ke Amerika pada tahun 1946 dan mendirikan Institut Terapi Gestalt New York pada tahun 1952. Bahkan dia tinggal di Big Sur, California, dan memberi workshop dan seminar di Institut Esalen, menata reputasinya sebagai seorang inovator psikoterapi. Disini ia memiliki pengaruh besar pada masyarakat, sebagian karena profesionalisme menulisnya, dan sebagian besar karena hubungan pribadinya dalam workshopnya. Secara pribadi, Perls adalah orang penting dan membingungkan. Masyarakat menyeganinya atau kadangkala menganggapnya sebagai orang yang kejam. Dia dipandang berbeda-beda sebagai orang yang berwawasan, bijak, cemerlang, provokatif, manipulatif, bermusuhan, penuntut, dan inspirasional. Sayangnya, beberapa orang yang mengikuti workshopnya menjadi pengikut dan menyebarkan ajaran terapi Gestalt.
Laura Posner Perls (1905-1990) lahir di Pforzhein, German. Dia mulai main piano semenjak usia 5 tahun dan mampu memainkannya secara profesional pada usia 18 tahun. Sejak usia 8 tahun dia mengikuti tarian modern yang kemudian menjadi bagian penting dalam hidupnya. Dari sana Laura mulai praktek sebagai psikoanalis, dia mempersiapkan karirnya sebagai pemain piano, masuk sekolah Hukum, mendapat title di Psikologi Gestalt, dan mendirikan studi Filsafat Gestalt. Jelasnya Laura memiliki latar belakang yang kaya ketika bertemu dengan Fritz tahun 1926 dan memulai kerja-samanya yang menghasilkan terapi Gestalt, Laura dan Fritz menikah pada tahun 1930. Mereka mendirikan institut New York untuk Terapi Gestalt dan membuat pelatihan dalam pendekatannya. Sebagai tim mereka memberikan kontribusi bagi perkembangan dan mempertahankan pergerakan terapi Gestalt di Amerika dari akhir tahun 1940an sampai kematiannya tahun 1990.
Teori Gestalt merupakan sebuah pendekatan fenomenologis-eksistensial berdasarkan premis bahwa setiap individu harus memahami konteks hubungannya dengan lingkungannya. Tujuan awalnya adalah bagi klien untuk memperoleh kesadaran, akan pengalaman dan bagaimana mereka mengalaminya. Dengan kesadaran ini, perubahan secara otomatis terjadi. Pendekatannya bersifat fenomenologis karena terfokus pada persepsi klien akan realitas dan bersifat eksistensial karena berdasarkan dugaan bahwa manusia selalu dalam proses menjadi dan mencari diri sendiri. Sebagai pendekatan eksistensial, terapi Gestalt memberikan perhatian khusus pada eksistensi sebagai individu yang mengalaminya dan menegaskan kapasitas pertumbuhan dan penyembuhan melalui hubungan interpersonal dan wawasan (Yontef, 1995).
Meskipun Fritz Perls dipengaruhi oleh konsep psikoanalisis, ia mengambil isu-isu dari teori Freud sebagai beberapa dasar teorinya. Pandangan Freud pada manusia secara mendasar bersifat mekanis, sedangkan Perls menekankan pendekatan holistik pada masalah kepribadian. Freud terfokus pada penekanan konflik intrapsikis sejak masa kanak-kanak, sedangkan Pearls menilai pengujian pada situasi yang ada saja.
Salah satu aturan ahli terapi adalah untuk mengarahkan fokus fenomenologis, atau untuk membantu klien dalam membangun kesadaran mereka. Kesadaran meliputi wawasan, penerimaan diri, pengetahuan akan lingkungan, pertanggungjawaban atas pilihan, dan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
Definisi Permainan Dialog
Permainan dialog merupakan salah satu teknik dalam pendekatan Gestalt yang bertujuan untuk mengarahkan diri client pada suatu posisi dimana client dapat berani mengambil resiko dalam situasi yang saling bertentangan, misalnya kecenderungan orangtua lawan kecenderungan anak; kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh; kecenderungan ”anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”; dan kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.
Tahap Pelaksanaan Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan berlaku sebagai majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak berdaya, membela diri, dan tak berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong, yaitu klien diharapkan bermain dialog dengan memerankan top dog maupun under dog sehingga klien dapat merasakan keduanya dan dapat melihat sudut pandang dari keduanya.
Kelebihan dan Kekurangan Permainan Dialog
1. Kelebihan Permainan Dialog
a. Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
b.Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
c. Terapi Gestalt menolak mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
d. Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
e. Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.
2. Kekurangan Permainan Dialog
a. Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuhTerapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif
b. Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain
c. Terdapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
d. Para klien sering bereaksi negatif terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangaka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
PENDEKATAN PSIKOANALISIS
Emotion Reeducational
Definisi Emotion Reeducational
Emotion Reeducational adalah salah satu teknik dalam psikoanalisis yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam memperoleh insight mengenai penyebab perilakunya atau di kehidupan sehari-hari.
Tahap Pelaksanaan Emotion Reeducational
- Wawancara awal
- Developing of transference, yaitu melakukan diskusi mengenai dorongan atau konflik tidak disadari dari masa lalu terhadap significant other
- Working through, yaitu merealisasikan hal-hal yang diperoleh dalam tahap insight
- Resolution of transference, yaitu jika pasien dan terapis merasa puas dengan tujuan utama yang telah tercapai, maka pasien akan mendapatkan kehidupan yang baru
Kelebihan dan Kekurangan Emotion Reeducational
1. Kelebihan Emotion Reeducational
a. Freud membuat jelas bahwa manusia sering berpikir dan berperilaku dengan dorongan yang tidak mereka akui
b. Freud berani dan tanggap melakukan observasi yang membuahkan teori kepribadian pertama dan teknik psikoterapi pertama yang efektif
c. Freud mengidentifikasi pengaruh dini bentuk perkembangan kepribadian yang berimplikasi pada perkembangan anak
d. Freud mengembangkan model wawancara sebagai konseling
e. Psikoanalisis adalah sebuah sistem yang memiliki kesesuaian yang tinggi antara teori dan teknik
f. Teori psikoanalisis dalam menjelaskan kepribadian manusia secara komprehensif dan kompleks
2. Kekurangan Emotion Reeducational
a. Freud menjelaskan bahwa perilaku seseorang hanya disebabkan oleh dorongan-dorongan seksual
b. Istilah ego, id, dan superego; alam sadar dan alam bawah sadar; tahap oral dan tahap falik; analisis mimpi dan sebagainya tidak memiliki definisi operasional yang artinya istilah tersebut tidak dijabarkan dalam operasi atau perilaku yang spesifik. Peneliti harus menyusun sendiri definisi untuk sederetan istilah dalam psikoanalisis
PENDEKATAN KOGNITIF
Self-Instructional Therapy
Definisi Self-Instructional Therapy
Self-Instruction Training merupakan sebuah metodologi yang diadaptasi dari modifikasi konseling kognitif perilaku yang dikembangkan oleh Meichenbaum pada tahun 1977. Meichenbaum menduga bahwa beberapa perilaku ensitivee dipengaruhi oleh pikiran irasional yang menyebabkan verbalisasi diri yang tidak tepat (Baker & Butler, 1984).
Pendekatan self-instruction ini merupakan sebuah latihan untuk meningkatkan ensiti diri dengan menggunakan verbalisasi diri sebagai rangsangan dan penguatan selama menjalani treatment (Blackwood, et al., dalam Tang, 2006). Self-instruction training adalah suatu teknik untuk membantu klien terhadap apa yang konseli ensitiv kepada dirinya dan menggantikan pernyataan diri yang lebih adaptif (Ilfiandra, 2008). Hal ini berdasarkan pada asumsi Meichenbaum (Baker & Butler, 1984) yang menyatakan bahwa individu yang mengalami perilaku salah suai dikarenakan pikiran irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi diri. Oleh karena itu, teknik self- instruction berperan untuk mengganti verbalisasi diri yang kurang tepat dengan verbalisasi yang lebih dapat diterima.
Tahap Pelaksanaan Self-Instruction Therapy
1. Metode non direktif, yaitu dengan memberikan instruksi kepada konseli, kemudian konseli mencobanya secara berulang-ulang melalui aktivitas dan verbalisasi.
2. Metode interaktif yang dipasangkan dengan teknik ensiti diri seperti monitoring diri, evaluasi diri, dan penguatan diri.
3. Metode penerapan modeling, imitasi dan eksekusi, yaitu terapis mencontohkan, kemudian konseli menirukannya bersama terapis. Saat konseli dirasa mampu, maka konseli diinstruksikan untuk mengerjakannya sendiri
Dalam menangani masalah akademik, teknik self-instruction yang digunakan adalah model Meichenbaum & Goodman (Rokke & Rehm dalam Sugara, 2011) yang menyatakan bahwa terdapat tiga tahapan yang digunakan dalam teknik ini, yaitu:
- Tahap pertama, yaitu pengumpulan informasi yang berkaitan dengan konseptualisasi masalah yang dihadapi. Dalam tahapan ini konseli diharapkan lebih ensitive terhadap pikiran, perasaan, perbuatan, reaksi fisiologis dan pola reaksi terhadap orang lain dan lingkungan belajar.
- Tahapan kedua, yaitu melakukan konseptualisasi terhadap masalah. Pada tahapan ini konselor merencanakan intervensi dalam konteks melakukan observasi terhadap masalah. Konselor mengidentifikasi pikiran dan perasaan yang irasional yang menyebabkan terjadinya masalah.
- Tahapan ketiga, yaitu melakukan perubahan langsung. Tahapan ini merupakan tahapan perubahan perilaku dengan menggunakan ungkapan diri.
Teknik self-instruction yang digunakan dalam mereduksi stres akademik ini bertujuan untuk melakukan restrukturisasi sistem berpikir melalui perubahan verbalisasi diri yang positif, sehingga melahirkan perilaku yang lebih adaptif. Adapun prosedur dalam melakukan teknik self-instruction untuk mereduksi stres akademik yang disebutkan oleh Meichenbaum & Goodman (Bryant & Budd, 1982) adalah sebagai berikut:
1. Konselor menjadi model dengan memverbalisasikan langkah-langkah dalam self-instruction dengan suara keras.
2. Konseli melakukan verbalisasi seperti yang dicontohkan oleh konselor dengan suara keras.
3. Konseli mengungkapkan verbalisasi diri dengan suara yang keras seperti apa yang konselor bisikkan kepadanya.
4. Konseli mengungkapkan verbalisasi diri dengan suara berbisik dengan melihat gerak bibir konselor yang memberikan isyarat kepadanya.
5. Konseli melakukan tugasnya dengan hanya menggerakkan bibir dan tanpa suara.
6. Konseli diminta untuk mengucapkan kata-kata untuk dirinya sendiri saat melakukan teknik ini.
Self-instruction therapy dimaksudkan sebagai strategi pemecahan masalah yang dialami oleh anak. Sesuai dengan pendapat Meichenbaum dan Asarnow bahwa seharusnya mengajarkan anak untuk tidak berpikir “apa” melainkan“bagaimana” dalam melakukan sesuatu, serta untuk memfasilitasi prosedur mediasi kognitif dalam memecahkan permasalahan anak (Bryant & Budd, 1982).
Kelebihan dan Kekurangan dalam Self-Instruction Therapy
1. Kelebihan Self-Instruction Therapy
- Dapat mengukur kemampuan interpersonal dan kemampuan sosial seseorang
- Membangun keterampilan sosial seseorang
- Keterampilan berkomunikasi atau bersosialisasi
- Pelatihan ketegasan
- Keterampilan meningkatkan hubungan
- Pelatihan resolusi konflik dan manajemenagresi
- Tidak berfokus pada satu sisi saja (tidak hanya perilaku) tetapi juga dalam kognitif seseorang
2. Kekurangan Self-Instruction Therapy
- Hanya mengukur dan mengatahui kondisi pada saat itu, selain itu membutuhan waktu yang relatif lama.
DAFTAR PUSTAKA
Baker, S. B. & James N. B. (1984). Effect of Preventife Cognitive Self- Instruction Training on Adolescent Attitudes, Experiences, and State Anxiety. Journal of Premary Prevention. Vol. 5(1), 17-25.
Basuki, H. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
Bryant, L. E. & Karren S. B. (1982). Self Instructional Training To Increase Independent Work Performance In Pre School. Journal of Applied Behaviour Analysis. Vol. 15(2), 56-67.
Corey, G. (1995).Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Eresco.
Gunarsa, S. D. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hall, C. S. & Lindzey, G. Theories of Personality. New York: John Wiley & Sons.
Ilfiandra. (2008). Model Konseling Kelompok Berbasis Pendekatan Kognitif Perilaku Untuk Mengurangi Gejala Prokrastinasi Akademik. (Disertasi). Bandung: SPS UPI.
Subandi, M.A. Psikoterapi. Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM: Pustaka Pelajar
Sugara, G. S. (2011). Efektivitas Teknik Self-Instruction dalam Menangani Kejenuhan Belajar. Skripsi PPB FIP UPI Bandung: Tidakditerbitkan.
Tang, C. J. (2006). The Effects of Self-Instruction Strategy on the Time Spent on Putting on Shoes Behavior in One Student with Cerebral Palsy. Journal of Chang Gung Institute of Technology. Vol. 6, 75-84.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar